Hasad dan Upaya Menjaga Keutuhan NKRI (Bagian III)
Hasad dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan istilah dengki atau iri hati. Ulama memberi definisi bahwa hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Kita perlu mengerti sifat ini agar kita dapat semakin mengenali diri kita sendiri. Untuk itulah dalam tulisan ini akan disajikan contoh-contoh kecil sebagai gambaran.
Topik ini kembali diangkat agar kita semakin mengenal sisi-sisi dalam diri kita masing-masing. Dengan demikian, kita semua berharap dapat memaksimalkan kebaikan-kebaikan dalam diri untuk negeri tercinta ini.
Persoalan tentang hasad masih menjadi hal pokok yang perlu dikelola setiap orang beriman dalam upaya menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama-sama kita cintai dan kita jaga ini. Hal ini dikarenakan hasad memiliki sisi yang unik. Ia dapat memberikan rasa puas pada seseorang bahkan ketika seseorang itu tidak mendapatkan manfaat apapun dari sifat ini.
Contoh imajiner sederhana misalnya, saya dan Mas Fulan kebetulan sama-sama jatuh cinta dengan satu orang perempuan, sebut saja Si Sri. Maka kami berkompetisi mendapatkannya. Ndilalah sayalah yang memenangkannya. Lalu saya berkata pada Mas Fulan,
"Ini mas, saya kasih uang 10 juta, cari saja wanita lain, anggap aja ini buat sangu nikah sampeyan".
Mendapat tawaran demikian belum tentu Mas Fulan mau, bahkan dengan kesatria malah menolaknya. Uang tersebut tidak bisa memberikan kebahagian, karena sudah terlanjur jengkel.
Lain halnya ketika ternyata dalam perjalanan rumah tangga saya dengan Si Sri, ternyata sering bertengkar, dan akhirnya kandas, cerai. Justru mendengar berita yang demikian yang menjadikan rasa puas di hati Mas Fulan, meskipun dia tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari peristiwa ini.
Inilah, sisi unik dari sifat ini. Rasulullah pernah bersabda,
“Jauhilah oleh kalian hasad karena ia akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud).
Sifat ini pula yang sering melatarbelakangi kegaduhan yang ada di negeri kita tercinta ini. Beredarnya berita-berita hoax, meme-meme hinaan, fitnah dan adu domba, postingan-postingan yang tidak jelas sumbernya, dll. Hal ini kami sampaikan dari hasil pengamatan di sosial media khususnya grup whatsapp.
Berapa banyak saudara-saudara kita yang suka share berita-berita yang kebenarannya masih dipertanyakan. Setelah kami klarifikasi secara personal maka dijawab "cuma share dari grup sebelah, sekedar copas, dll".
Pada era yang apa-apa bisa dilaporkan ke ranah hukum seperti sekarang ini, penting untuk memiliki data valid dalam setiap penyampaian. Jauh sebelum itu, Allah sudah memberikan rambu-rambu,
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra: 36)
Seandainya belum cukup data yang valid pun, namun kita meyakini benarnya suatu berita, cukuplah diri kita dan keluarga kita yang perlu kita jaga.
Agama menumbuhkan rasa cinta. Sedangkan kita sebagai muslim, maka kita berharap agar kita semakin suka, semakin cinta kepada Allah. Penulis pernah menulis status WA, "tandane seneng kui ora kakeyan nyoal (tanda kalau suka itu adalah tidak banyak mempersoalkan ini itu)".
Kalau kita semakin suka kepada Allah, kita tidak akan mempersoalkan "kenapa shalat?, mengapa harus puasa?, ngapain sih bayar zakat segala?", tapi rasa suka itulah yang menyebabkan kita "sami'na wa atho'na". Begitu pula dengan saudara kita yang berbeda agama, sebagai orang yang beriman, menjaga kerukunan, perdamaian, apalagi keutuhan negara, itu semua merupakan hal yang wajib dilakukan. Jika kita tidak bisa bersaudara lantaran beda agama, setidaknya kita tetap bersaudara karena sama-sama warga negara Indonesia. Pun tidak bisa demikian juga, setidaknya kita menjaga itu semua karena kita sama-sama manusia.
Kalau anak kita buang air besar di ruang tamu, kita biasa saja. Lalu tiba-tiba setelah kita bersihkan, ada kotoran lagi disitu, dan kita jengkel, karena ternyata yang buang air besar adalah anak tetangga. Kentut pun akan begitu menyengat, bau, dan bikin mual, kalau itu kentutnya orang lain. Inilah sisi-sisi yang perlu kita ketahui dalam diri, agar lebih berlaku bijak kepada orang lain.
Tulisan ini pun bertujuan agar kita semakin mengenali diri kita sendiri. Kita adalah rektor atas semua fakultas di dalam universitas bernama diri kita. Kita menjadi subyek atas sifat-sifat yang ada di dalam diri kita sendiri. Dengan semakin mengenal diri kita sendiri, semoga kita semakin pula mengenal Pencipta kita, sebagaimana ulama pernah berkata,
"Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya."
Saya punya hasad, pun kita semua juga memilikinya. Hal ini tidak bisa hilang, tetapi sangat bisa kita kelola dengan baik. Dan beberapa contoh tersebut kita dapat mengukur, seberapa kadar hasad dalam diri kita. Yang dapat kita lakukan dengan adanya sifat tersebut adalah (1) mendiamkan/ menyembunyikannya, (2) minta kepada Allah agar kita dijauhkan dari sifat demikian, (3) berusaha ikhlas dengan takdir yang Allah tetapkan, (4) berusaha melakukan setiap hal hanya untuk menggapai ridho Allah.
Dengan demikian, dalam hal share berita pun, kita dapat mengonfirmasi diri kita, apakah ini karena hasad, ataukah memang menyuarakan kebenaran, demi keutuhan NKRI. Nurani kitalah yang menjawabnya.
Salam,
Agus Tri Yuniawan
Sumber Gambar: nu[dot]or[dot]id
Pernah dimuat pada website LP Ma'arif NU DIY dengan judul "Uniknya Hasad" pada 19 Oktober 2018 dengan link https://www.maarifnudiy.or.id/karya-guru/uniknya-hasad/
Update:
Pernah dimuat pada Koran Kedaulatan Rakyat edisi Jumat Legi, 2 Nopember 2018, halaman 12, pada kolom Mutiara Jumat, dengan judul "Uniknya 'Hasad'"
Pernah dimuat pada website LP Ma'arif NU DIY dengan judul "Uniknya Hasad" pada 19 Oktober 2018 dengan link https://www.maarifnudiy.or.id/karya-guru/uniknya-hasad/
Update:
Pernah dimuat pada Koran Kedaulatan Rakyat edisi Jumat Legi, 2 Nopember 2018, halaman 12, pada kolom Mutiara Jumat, dengan judul "Uniknya 'Hasad'"